Rabu, 18 Mei 2016

NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA DALAM KARYA SASTRA BANDINGAN

NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA DALAM KARYA SASTRA BANDINGAN
(Diajukan sebagai UAS mata kuliah Perbandingan Sastra)

Disusun Oleh:









Irwanto – 1135030125                                        Jehan Ahmad Tajul – 1135030132


                              







Mervin Blanca – 1135030158                               Mia Rahmaningrum - 1135030159

SASTRA INGGRIS
ADAB DAN HUMANIORA
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Sastra merupakan representasi dari kehidupan masyarakat. Menurut Luxemburg, dkk (1992: 23) sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu. Menurut Sangidu (Endraswara, 2013:115) sastra adalah bagian dari masyarakat. sifat-sifat masyarakat akan muncul dalam sastra. Sifat atau watak masyarakat menjadi ilham penting bagi pengarang. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti beberapa karya sastra tertentu, novel Khotbah Diatas Bukit karya Kuntowijoyo (1976) dengan novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald (2014), novel Indian Camp karya Ernest Hemmingway (1924) dengan cerita pendek Bundle of Letter karya Henry James (1878), novel Of Mice and Men karya John Steinback (2013) dengan cerita pendek The Most Dangerous Game karya Richard Connell (1924), dan film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk sutradara Sunil Soraya (2013) dengan film The Great Gatsby  sutradara Baz Luhrmann (2013).
Novel, cerita pendek, dan film merupakan bagian dari karya sastra yang banyak mengusung nilai-nilai sosial budaya. contohnya: dalam novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald memunculkan sosial dan budaya yang berada di daerah barat, begitu pun dengan karya sastra yang terpilih lainnya.
Oleh karena itu, nilai-nilai sosial dan budaya dalam karya terpilih tersebut sangatlah relevan dalam penelitian ini. Nilai-nilai sosial budaya tersebut dikaji dengan menggunakan metode hermeneutika. Metode hermeneutika sendiri yaitu menafsirkan atau menginterpretasikan suatu teks, khususnya dalam karya sastra.

2.      Rumusan Masalah
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang terarah dan terstruktur, maka peneliti memberikan sebuah rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu:
Bagaimana nilai sosial budaya dalam karya sastra bandingan lewat teks terpilih?

3.      Tujuan dan Manfaat Penelitian
3.1  Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka akan disertakan sebuah tujuan penelitian yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu:
“Untuk mengetahui nilai-nilai sosial budaya dalam karya sastra bandingan lewat teks terpilih.”
3.2  Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat mencapai tujuan secara optimal dan menghasilkan laporan secara sistematis dan bermanfaat secara umum. Oleh karena itu ada dua manfaat yang diharapkan oleh peneliti dari hasil penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.
3.2.1        Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan serta pengetahuan tentang pengaplikasian karya sastra terpilih terhadap tinjauan sosiologi sastra.
3.2.2        Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini dapat memperluas wawasan apresiasi pembaca terhadap aspek sosial dan budaya dalam sebuah karya sastra dan penelitian ini diharapkan mampu membantu pembaca dalam memahami aspek sosial dan budaya dalam sebuah karya sastra.






BAB II
LANDASAN TEORI
Endaswara (2008: 77) mengungkapkan bahwa sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Diperkuat oleh Ratna (2015: 332) bahwa sosiologi satsra berkembang dengan pesat sejak penelitian-penelitian dengan memanfaatkan teori strukturalisme dianggap mengalami kemunduran, stagnasi dan bahkan dianggap sebagai involusi. Analisis strukturalisme dianggap mengabaikan relevansi masyarakat yang justru merupakan asal usulnya (sastra). Sama seperti yang ditegaskan oleh Elizabeth dan Tom (Endraswara, 2008: 79) bahwa karya sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya.
Sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia. Karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi (Endaswara, 2008: 79). Dari pendapat ini , tampak bahwa perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra.
Pada prinsipnya, menurut Laurenson dan Swingewood (Endaswara, 2008: 79) terdapat tiga prespektif berkaitan dengan sosiologi sastra, yaitu: 1) Penelitian yang memandang sastra sebagai dokumen sosial yang didalamnya merupakan refleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan, 2) Penelitian yang mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, dan 3) penelitian yang menangkap sastra sebagai manifestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya.
Taine (Endaswara, 2008: 80) menyatakan yang terpenting dalam penelitian sosiologi sastra hendaknya mampu mengungkap refleksi tiga hal, yaitu ras, saat (momen), dan lingkungan (miliu). Senada dengan Taine, Hender (Endaswara: 2008: 80) juga mengetengahkan teorinya bahwa sastra ditempat tertentu dapat berkembang dan dilain tempat tidak. Hal ini sangat dipengaruhi oleh iklim, ras, lanschap, politik, dan adat istiadat.
Menurut Endaswara (2008: 80) dalam meneliti sastra yang menggunakan sosiologi sastra  sekurang-kurangnya melalui tiga perspektif, yaitu:
1.      Perspektif teks sastra, artinya menganalisis sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Teks biasanya dipotong-potong, diklasifikasikan, dan dijelaskan makna sosiologisnya.
2.      Perspektif biografis, yaitu peneliti menganalisis pengarang. Perspektifnya ini akan berhubungan dengan life history seorang pengarang dan latar belakang sosialnya.
3.      Perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.
Lain lagi, Ratna (2015: 338) mengungkapkan model analisis yang dapat dilakukan dalam pendekatan sosiologi sastra ada tiga, yaitu:
1.      Menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung dalam karya sastra itu sendiri, kemudian memnghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek ekstrinsik, model hubungan yang terjadi disebut refleksi.
2.      Sama dengan diatas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antarstruktur, bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang bersifat dialektika.
3.      Menganalisis karya dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu, dilakukan oleh disiplin tertentu. Model analisis inilah yang pada umumnya menghasilkan penelitian karya sastra sebagai gejala kedua.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia, yang memandang sastra sebagai cermin situasi masyarakat. Dalam penelitian sastra bisa dikatakan ada tiga perspektif penelitian, yaitu: 1) perspektif teks sastra, 2) perspektif biografis, dan 3) perspektif reseptif. Dengan mencakup tiga model analisis yang telah dipaparkan oleh Ratna (2015: 339).






BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1.      Metode Penelitian
Pada penelitian ini yang membahas tentang sosio budaya dalam karya sastra, peneliti menggunakan metode hermeneutika. Hemeneutika yaitu berasal dari kata hermeneuein (bahasa Yunani) yang berarti menafsirkan atau mengintepretasikan (Ratna, 2015: 45). Diperjelas oleh Meleong (dalam Ratna, 2015: 45) bahwasanya dalam sastra hermeneutika disejajarkan dengan interpretasi, pemahaman, verstehen, dan retroaktif.
Ratna (2015: 46) mengatakan bahwa Visi sastra modern menyebutkan bahwa dalam karya sastra terkandung ruang-ruang kosong, ditempat itulah pembaca memberikan penafsirannya. Makin besar sebuah karya sastra, maka semakin luas ruang-ruang kosong, sehingga memberikan banyak kesempatan untuk menginterpretasikannya.
Hermeneutika adalah ilmu tafsir sastra, yang jika dikaitkan dengan teori sosio budaya maka akan terjadi penafsiran dalam aspek sosio budaya. Aspek sosial tersebut menyangkut berbagai unsur diluar dan didalam diri manusia (Endaswara dalam Endaswara, 2011: 163).
Menurut Endaswara (2011: 163) hermeneutika menawarkan dua cara untuk memahami makna objek, yaitu (1) Dialektik antara masa lalu dengan masa kini, dan (2) Antara bagian dengan keseluruhan. Kedua cara ini membantu penafsir dalam memahami konteks sosial budaya yang terdapat dalam karya-karya sastra.
Metode hermeneutika sendiri tidak mencari makna yang benar, melainkan makna yang paling optimal. Dalam mengiterpretasi (Ratna, 2015: 46) menyampaikan bahwa peneliti mesti memiliki titik pijak yang jelas, yang pada umumnya dilakukan dengan gerak spiral.
Penafsiran akan terjadi karena subjek memandang objek melalui paradigm yang berbeda-beda. Keragaman ini kemudian menimbulkan kekayaan makna dalam kehidupan manusia, menambah kualitas estetika, etika, dan logika.
2.      Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data-data yang diperoleh dari responden yang diminta untuk menjawab kuisioner yang telah disediakan. Respondennya yaitu mahasiswa/mahasiswi semester IV Bahasa Sastra Inggris (BSI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
3.      Teknik Pengumpulan Data
3.1  Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pencatatan secara cermat dan sistematik. Observasi harus dilakukan secara teliti dan sistematis untuk mendapatkan hasil yang bisa diandalkan, dan peneliti harus mempunyai latar belakang atau pengetahuan yang lebih luas tentang objek penelitian mempunyai dasar teori dan sikap objektif.
Dalam penelitian ini, hal utama dalam pengumpulan data yaitu meng-observasi/ mengamati siapa saja dari mahasiswa/mahasiswi semester VI Bahasa Sastra Inggris (BSI) UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang layak untuk dijadikan responden. Kriteria yang layak disini yaitu,
3.1.1        Mahasiswa/mahasiswi yang sudah membaca ataupun menonton karya sastra yang dijadikan objek penelitian.
3.1.2        Mahasiswa/mahasiswi yang sudah memperoleh materi tentang sosial budaya, baik didapatkan dari proses belajar dikelas ataupun diluar kelas.

3.2  Angket/Kuesioner
Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden). Instrumen atau alat pengumpulan datanya juga disebut angket berisi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau direspon oleh responden. Responden mempunyai kebiasaan untuk memberikan jawaban atau respon sesuai dengan presepsinya.
Angket atau Kuesioner terdiri dari 4 macam, yaitu kuesioner tertutup, kuesioner terbuka, kuesioner kombinasi terbuka dan tertutup, dan kuesioner semi terbuka. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner terbuka, yaitu kuesioner yang tidak ada pilihan jawaban, sehingga responden harus menuangkan jawabannya sendiri.

4.      Teknik Analisis Data
Setelah semua data terkumpul maka dilakukan analisis dengan menggunakan analisis data. analisis ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data ini yaitu dengan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting untuk dicari tema dan polanya, kemudian data disajikan dalam sebuah pola yang sesuai dengan kajian, dan setelah itu ditarik sebuah kesimpulan yang menghasilkan sebuah hipotesis dan deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap menjadi jelas.
Dari kuesioner tersebut, maka ada beberapa tahapan yang dilakukan, yaitu:
4.1  Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas ini dilakukan untuk meminimalkan gap miss interpretasi dari kuesioner. Karena kuesioner dibuat oleh peneliti, dan diisi oleh responden. Kuesioner ini harus dapat dipahami dengan baik oleh para responden.
4.2  Entry Data
Setelah kuesioner terkumpul tugas peneliti selanjutnya adalah entry data. Entry data yaitu memindahkan hasil kuesioner yang dari kertas kedalam computer sehingga berbentuk softfile. Ini akan memudahkan peneliti untuk tahapan selanjutnya.
4.3  Analisis Deskriptif
Pada tahapan ini, hasil dari kuesioner dilaporkan oleh peneliti dalam bentuk deskriptif. Peneliti menggambarkan bagaimana dan apapun hasil dari kuesioner yang sesuai dengan klasifikasi masing-masing.
4.4  Pengujian Hipotesis
Setelah analisis deskriptif dipaparkan, maka peneliti selanjutnya menyimpulkan serta memberikan hipotesis terhadap penelitiannya. Hipotesis itu dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan apakah dari kuesioner yang diisi sesuai atau berkaitan dengan teori sosial budaya dalam penelitian kali ini.


BAB IV
PEMBAHASAN
A.    Pembahasan I : Irwanto
Dalam meneliti karya sastra bandingan, yaitu novel Khotbah Di Atas Bukit karya Kuntowijoyo dengan novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald, peneliti mengangkat tema nilai sosial budaya dengan menggunakan teori sosiologi sastra serta melalui pendekatan Heurmenetika. Berdasarkan landasan teori pada bab II, bahwasanya sosiologi sastra yaitu penelitian yang terfokus pada masalah manusia. Karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi. (Endaswara, 2008: 79)
Sementara itu heurmenetika menurut Endraswara (dalam Endraswara, 2011: 163) adalah ilmu tafsir sastra, yang jika dikaitkan dengan teori sosio budaya maka akan terjadi penafsiran dalam aspek sosio budaya. Aspek sosial tersebut menyangkut berbagai unsur diluar dan didalam diri manusia. Dari pengertian tersebut maka peneliti menggunakan kuisioner sebagai sumber data pendukung dalam penelitian ini. Yang menjadi sumber data primer (utama) yaitu kedua novel tersebut.
Adapun data yang didapat melalui kuisioner yang telah disebar ke lima mahasiswa/i semester VI sastra inggris UIN Bandung adalah terbagi menjadi tiga kategori:
1.      Terkait nilai-nilai budaya yang digambarkan dalam novel The Great Gatsby karya F, Scott Fitzgerald;
2.      Terkait nilai-nilai budaya yang digambarkan dalam novel Khotbah Di Atas Bukit karya Kuntowijoyo;
3.      Perbandingan nilai-nilai sosial budaya dalam novel The Great Gatsby karya F, Scott Fitzgerald dengan novel Khotbah Di Atas Bukit karya Kuntowijoyo.
Tiga kategori diatas akan di paparkan melalui table berikut.
Tabel 1 : Nilai sosial budaya yang digambarkan dalam novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald.
Kuisioner
Analisis
1
Menggambarkan kehidupan kota New York yang begitu glamor dan mewah. Dari sudut pandang tokoh Nick, kehidupan di New York sangat dipenuhi oleh orang-orang munafik dari pendatang sampai pejabat bahkan Daisy, sepupu Nick pun demikian. Hubungannya dengan nilai sosial budaya, bahwa orang-orang yang tinggal di New York terutama Gatsby hanya mementingkan materi untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan tentang dirinya.
2
Pada tahun 20-an memang angat kental sekali kehidupan mewah di Eropa, kemewahan yang meliputi pesta, foya-foya dan bahkan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apapun yang dinginkan oleh orang2 di masa itu seperti para tokoh dalam novel The Great Gatsby. Kehidupan mewah juga telah menutup mata mereka dari sebuah kesetiaan terhadap pasangan. Hal ini yang menurut saya berdampak buruk bagi orang2 dimasa itu.
3
Nilai-nilai sosial budaya yang digambarkan dalam novel The Great Gatsby  digambarkan lewat tokoh Jay Gatsby seorang lelaki yang menjadi idaman setiap wanita karena parasnya yang tampan dan kekayaan yang berlimpah. Tidak seorangpun wanita yang menolaknya kecuali tanpa alasan misalnya wanita yang sudah bersuami yaitu Daisy. Budaya dalam novel ini menggambarkan bahwa wanita yang sudah bersuami tidak bisa semena-mena berhubungan dengan lelaki lain meskipun Daisy sangat mengagumi Gatsby dan mencintainya, dia juga bersikap berlebihan dan begitu agresif terhadap Gatsby. Meskipun begitu, Daisy tidak bisa mengambil keputusan yang tegas akan hubungannya dengan Gatsby karena jika itu terjadi maka bisa disebut dengan penghianatan. Dalam novel The Great Gatsby, kecintaan masyarakat terhadap modernitas salah satunya tercermin melalui karakter Jay Gatsby. Dia merupakan cerminan nyata akan masyarakat New York saat itu, dia memiliki loji yang sangat besar dengan fasilitas yang super lengkap.
4
The Great Gatsby menggambarkan bagaimana keadaan sosial dalam kehidupan orang kaya seperti yang diperlihatkan pada kehidupan Jay Gatsby. Gatsby menggambarkan bagaimana ia hidup dengan berlimpahan materi dan ia juga mengadakan pesta yang mewah untuk memperlihatkan kekayaannya itu.
5
Kehidupan yang dipenuhi gemerlap musik jazz, pesta, dan dansa. Orang dihormati karena uang. kalangan borjuis yang mengusung budaya hedonisme, dimana hal ini dibentuk dalam bingkai kapitalis materialisme. Kebanyakan orang kaya baru dengan bisnis ilegal yaitu penyelundupan alkohol


Tabel 2 : Nilai sosial budaya yang digambarkan dalam novel Khotbah Di Atas Bukit karya Kuntowijoyo
Kuisioner
Analisis
1
Nilai sosial dalam novel ini, sosok Barman yang mungkin sudah bosan dengan kehidupan kota dan memilih untuk menghabiskan sisa hidupnya didesa. Barman yang lebih mencari kebahagian batin dari pada kebahagian dunia.
2
Nilai kesederhanaan yg dimiliki barman demi untuk mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya di masa tuanya. Tokoh Barman rela meninggalkan dunia hedonisnya untuk memakai hidup sesungguhnya. Kelas sosial atas yg pernah dinikmatinya rela ia tinggalkan. 
3
Nilai-nilai sosial budaya yang digambarkan dalam novel Khotbah Di Atas Bukit yang digambarkan lewat tokoh Barman tua seseorang yang sangat tua dan ingin mencari ketenangan serta kebahagiaan hidup yang sudah lama hilang sejak kepergian istrinya. Ia mencari ketenangan di villa yang berada di pegunungan atas saran Bobi, anaknya. Selain itu pengarang menggambarkan tokoh Barman sebagai seorang yang kesepian dan membutuhkan perhatian seperti kebutuhan fisik dan psikis. Kehidupan di kota mempengaruhi kehidupan masa tuanya yang mulai terasa membosankan. Tokoh Barman digambarkan sebagai lelaki yang mapan dan banyak pengalaman dalam mengenal wanita pada masa mudanya. Selain itu yang juga sebagai utama tambahan ialah tokoh Humam, peran tokoh Humam sangat berpengaruh terhadap kehidupan tokoh utama cerita yaitu Barman menuju perubahan yang di alami sang tokoh utama. Dapat ditarik kesimpulan tokoh tambahan utama berpengaruh terhadap plot cerita. Itu semua merupakan gambaran kehidupan sosial budaya pada saat itu mungkin disebabkan banyaknya masalah kehidupan yang tidak sesuai dengan harapannya, kemudian mereka mencoba menawarkan solusi yang ideal.
4
Dalam Novel Khotbah Di Atas Bukit memperlihatkan tokoh karakter utama yang mempunyai harta yang cukup, namun ia ingin  hidup jauh dari keadaannya tersebut dengan pindah ke daerah pinggir kota yang jauh dari keramaian, yang berbanding terbalik dengan kehidupannya.
5
Jauh dari kehidupan modern. Adat kedaerahan Jawa kental. Mengedepankan kaidah sufistik. Tidak ada kesenjangan status sosial

Tabel 3: Perbandingan nilai sosial budaya dalam novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald dan Khotbah Di Atas Bukit karya Kuntowijoyo.
Kuisioner
Analisis
1
Dalam novel The Great Gatsby, sosok Gatsby sangat tergila-gila oleh harta dan keglamoran. Sedangkan sosok Barman hanya mencari dan menginginkan kebahagian batin sehingga dia memutuskan untuk bunuh diri.
2
nilai sosial pada tahun 20-n dan 70-an sangat terlihat jelas sekali perbedaannya, bahwa pada masa 20-an yg digambarkan dalam nve great gatsby  memperlihatkn sikap sikap materialistik dan cenderung berfoya-oya dan tak terlepas dari gaya hedonis sedangkan nilai nilai yang terkandung dalam novel Khotbah Di Atas Bukit, tokoh Barman rela meninggalkan dunia kemewahannya demi menemukan arti hidup sesungguhnya dan berubah menjadi hidup yg sederhana bahkan rela meninggalkan kota dan milih hidup di desa
3
-
4
Dapat dilihat dari jawaban sebelumnya, bahwasanya terdapat perbedaan tokoh tentang memaknai soal materi dan kekayaan. Di novel Great Gatsby, berusaha untuk menampilkan bahwa orang kaya mempunyai kekuasaan untuk menikmati kehidupan yang mewah dan hidup bahagia dengan kekayaannya, sedangkan di novel Khotbah Di Atas Bukit berbanding terbalik. Yang mana tokohnya berusaha untuk meninggalkan materi dan kekayaanya untuk mencari kebahagiaan.
5
Gatsby: Kapitalis materialis,hedonis
Khotbah: Utilitaris, asketisme

1.      Nilai sosial budaya dalam novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald
Dari tabel. 1 kita bisa memahami bahwa sosial budaya dalam novel The Great Gatsby dimunculkan melalui tokoh utama yaitu Jay Gatsby. Jay Gatsby atau yang lebih akrab dipanggil dengan nama Gatsby ini adalah seorang lelaku yang memiliki wajah tampan dan harta melimpah serta menjadi idaman disetiap wanita. Kebiasaan hidup Gatsby yang suka hura-hura, berpesta, mewah, atau yang lebih sering disebut hedonis ini mampu mempengaruhi masyarakat sekitar lingkungannya. Tidak hanya masyarakat sekitar, masyarakat seberang pulau pun menjadi terpengaruh, ini dibuktikan dengan ke-ikutserta-an orang seberang dalam pesta yang diadakan oleh Gatsby. Ini dapat dilihat dari kutipan berikut:
“Terdengar musik dari rumah tetanggaku pada malam-malam musim panas. Di taman-taman bernuansa birunya, para lelaki dan perempuan datang dan pergi bagaikan ngengat-ngengat diantatra bisikan, sampanye, dan bintang-bintang.” (The Great Gatsby, hal, 61)
“Pada pukul tujuh, orchestra datang – bukan hanya etrdiri dari lima instrument, tetapi sekelompok pemain oboe, trombone, saksofon, biola, cornet – terompet kecil, piccolo – Seruling kecil, drum bernada tinggi dan rendah. Para perenang terakhir telah kembali dari pantai sekarang dan sedang berpakaian di atas; mobil-mobil dari New York terparkir lima lapis dilapangan; lorong-lorong, ruang-ruang duduk, dan beranda-beranda begitu meriah dengan warna-warna primer dan tata rambut gaya terbaru yang ganjil, serta syal-syal  yang melampaui impian castle.” (The Great Gatsby, hal. 62 – 63)
Kecintaan terhadap modernitas yang digambarkan melalui karakter Jay Gatsby mencerminkan kehidupan nyata masyarakat New York saat itu. Glamor, Musik Jazz, Pesta, dan hedonis lainnya. Ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Endraswara (2008: 77) “bahwa sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat.”
Selain budaya hedonis yang diusung dalam novel ini, kesetian serta penghianatan pun diangkat oleh penulis. Kesetian dan penghianatan yang juga merupakan budaya fitrah bagi manusia ini selalu menarik diangkat kedalam karya sastra. Dalam novel ini kesetiaan dan penghianatan di representasikan dalam tokoh Gatsby dan Daisy.
Diceritakan Gatsby yang mencintai Daisy seorang wanita yang pernah ia temukan dulu. Namun sayang, Gatsby harus meninggalkan Daisy untuk berperang. sejak ia pergi meninggalkan Daisy rasa mencintai itu masih tetap ada dan Gatsby menjaga kesetiaannya. Disisi lain, ketika Gatsby pergi Daisy memutuskan untuk menikah. Kesetian Gatsby dikhianati.
Tak lama setelah itu, Gatsby kembali dengan tetap berada dalam kesetiannya. Namun ia kehilangan jejak Daisy. Dengan mengadakan pesta setiap malam lah ia berharap menemukan Daisy. Ketika bertemu Daisy, Gatsby mengetahui Daysi sudah menikah. Dan Daisy pun pada awalnya tetap memilih setia dengan suaminya. Namun lama kelamaan, iya tidak bisa menahan rasa terhadap Gatsby. Daisy berkhianat, lebih memilih Gatsby. Akhir dari penghianatan ini adalah tragedy yang terjadi terhadap Gatsby.
Tom langsung menoleh kepada Daisy
“Kau diam-diam terus bertemu orang ini selama lima tahun?”
“Tidak bertemu,” ujar Gatsby. “Tidak, kami tidak bertemu. Tapi, kami sama-sama saling mencintai selama itu, Teman Lama, dank au tidak tahu. Kadang-kadang aku tertawa –“ tetapi, tak ada tawa dimatanya, “karena berpikir kau tidak tahu.” (The Great Gatsby, hal. 191)
Dari sekilas cerita diatas, dapat dilihat bahwa kesetiaan dan penghiatan itu ada. ini merupakan bagian dari sosial budaya, karena sebuah kebiasaan yang terus berulang. Budaya ini tidak hanya terjadi di era Gatsby, bahkan selalu terjadi hingga hari ini.
2.      Nilai sosial budaya dalam novel Khotbah Di Atas Bukit
Pada tabel 2 yang memaparkan tentang nilai sosial budaya yang terdapat dalam novel Khotbah Di Atas Bukit, kita bisa mengambil analisis dari setiap jawaban kuisionernya. Dalam novel ini budaya yang diangkat yaitu budaya Jawa. Sosial budaya digambarkan dalam dua tokoh penting, yaitu Barman selaku tokoh utama dan Human sebagai tokoh utama tambahan.
Barman, dalam masa tuanya menampilkan budaya yang sangat kental dari Jawa yang elok dan damai. Barman seorang lelaki yang memiliki banyak harta dan mempunyai pengalaman yang banyak dalam perihal berhubungan dengan wanita dimasa muda ini lebih memilih menghabiskan waktu tuanya dengan menyendiri di sebuah bukit. Barman tua mencari jati dirinya yang sebenarnya. Dia ingin mendapatkan ketenangan dan kenyamanan dalam hidup ini.
Berbeda halnya dengan Human yang sudah lebih dahulu menemukan jati dirinya. Human hidup sebatang kara di bukit dan mengandalkan hasil dari alam. Ia lebih dulu merasakan yang namanya ketentraman dan kedamaian. Pertemuan antara Barman dan Human membawa pengaruh besar pada diri Barman. Barman terinspirasi dengan Human, mengikuti jejak hidup Human setelah ia mati.
“Ia ingin berdamai dengan kabut, rumput, pohonan, gunduk, semak, dan dingin bukit. Berdamai dengan alam untuk setiap kali mengucapkan selamat.” (Khotbah Di Atas Bukit, hal. 28)
Seperti yang diungkap Endraswara (2008, 79) terkait sosiologi sastra bahwasanya sosiologi sastra itu sendiri merupakan penelitian yang terfokus pada masalah manusia. Karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi.
Dari perjalanan Barman yang dipengaruhi oleh Human dalam pencarian jati diri merupakan bagian dari sosiologi sastra, yaitu perjuangan umat manusia dalam hal ini Barman untuk menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi.
Karakter Barman memunculkan sebuah nilai sosial budaya yaitu ada masanya seseorang akan lelah dengan mengejar kehidupan dunia sehingga ia ingin memiliki waktu untuk menghilang dari kepekatan dunia, seperti yang dilakukan Barman dengan tinggal di bukit.
“Lupakan semuanya, bahkan dirimu. Yang ada ialah pohon-pohon, rumput-rumput. Engkau makhluk yang paling berbahagia. Waktu ialah untuk dinikmati. Ruang ialah tempat kita bergerak. Gerak ialah hidup kita.” (Khotbah Di Atas Bukit, hal. 47)
3.      Perbandingan nilai sosial budaya dalam novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald dan novel Khotbah Di Atas Bukit karya Kuntowijoyo.
Dalam membandingkan dua novel ini dari segi aspek sosial budaya, peneliti merujuk kepada hasil kuisioner yang telah dibagikan dan juga hasil dari analisis peneliti. Adapun perbandingannya terbagi kepada dua, yaitu 1) Persamaan, dan 2) Perbedaan.  
3.1  Persamaan nilai sosial budaya dalam novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald dan novel Khotbah Di Atas Bukit karya Kuntowijoyo.
Persamaan yang tampak dalam kedua novel ini yaitu, nilai sosial budaya digambarkan melalui karakter tokoh utama, yaitu Gatsby dan Barman. Dari tokoh ini kemudian muncullah aspek-aspek sosial dan budaya bagi masyarakat sekitar.
3.2  Perbedaan nilai-nilai sosial budaya dari novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald dan novel Khotbah Di Atas Bukit karya Kuntowijoyo.
3.2.1        The Great Gatsby
Dalam novel ini menggambarkan sosial dan budaya yang hedonis serta harus mengikuti modernisasi/trend. Pada awalnya Gatsby hanyalah prajurit biasa yang tiba-tiba mendapatkan warisan dan menjadi seorang yang kaya.
“Semua anggota keluargaku meninggal, dan aku mewarisi banyak sekali uang.”
Suaranya sendu, seolah-olah kenangan punahnya seluruh anggota keluarga secara mendadak masih menghantuinya, sesaat aku curiga bahwa dia mengelabuiku, tetapi setelah melirik kearahnya aku yakin bahwa emosi yang ditunjukannya benar.
“Setelah itu, aku hidup bagaikan raja kecil dikota-kota besar, Eropa – Paris, Venesia, Roma – mengoleksi perhiasan, terutama batu-batu merah delima, berburu permainan besar, melukis sedikit. Aku hanya melakukan hal-hal yang menyenangkan bagiku, dan mencoba melupakan peristiwa sangat menyedihkan yang terjadi padaku dimasa lampau.”
(The Great Gatsby, hal 97 – 98)
Dari sudut pandang peneliti, Gatsby ini tidak mampu mengendalikan diri atas kekayaan yang diperoleh sehingga ia pakai kekayaan tersebut untuk berhura-hura, berpesta ria, dan untuk wanita.
Dari segi aspek sosial, Gatsby telah gagal memunculkan nilai positif dari sosial ini. Terlihat dari sikap dia yang menutup diri dengan masyarakat. Sementara itu aspek budaya berhasil dimunculkan, yaitu budaya hedonis kaum borjuis.
3.2.2        Khotbah Di Atas Bukit
Berbanding terbalik dengan The Great Gatsby, novel ini mengangkat budaya Sufism atau mencari jati diri yang sebenarnya. Barman yang terbiasa dengan kehidupan mewah dan hedonis nya mampu melunakan hatinya, yang pada akhirnya ia meninggalkan itu semua demi jati diri yang sebenarnya.
Tokoh Barman telah berhasil memunculkan nilai sosial yang positif, yaitu dengan cara ia bergaul dengan masyarakat pasar yang ada didesa di bukit tersebut.
“Ia ingin kepasar. Apa yang sedang terjadi disana, pada malam bermakna ini? Berkerumunkah mereka, menawarkan dagangan, menjaga kubis? Sudah tentu tidak . Ia membayangkan apa yang terjadi dipasar malam itu pada malam hari.” (Khotbah Di Atas Bukit, hal. 99)
Budaya pun digambarkan dengan apik, yang jika diikuti oleh semua pembaca, maka akan banyak orang menanggalkan sisi hedonis yang menyelimuti lalu mencari jati diri yang sebenarnya.

B.     Pembahasan 2 : Jehan Ahmad Tajul
Dalam meneliti karya sastra yang akan diperbandingkan, yaitu cerpen Indian Camp karya Ernest Hemmingway dan A Bundle of Letter karya Henry James ini peneliti akan memaparkan kajian tentang nilai sosial dan budaya dengan menggunakan teori sosiologi sastra beserta melalui pendekatan hermeneutika sebagai metode pendukungnya.
Seperti yang telah dipaparkan peneliti dalam bab landasan teori bahwasanya sosiologi sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia. Karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi (Endaswara, 2008: 79).
Sedangkan metode yang akan peneliti gunakan sebagai pijakan untuk menganalisisnya adalah menggunakan metode hermeneutika. Hermeneutika menurut Endraswara (2011:163) adalah ilmu tafsir sastra, yang jika dikaitkan dengan teori sosio budaya maka akan terjadi penafsiran dalam aspek sosio budaya. Aspek sosial tersebut menyangkut berbagai unsur diluar dan didalam diri manusia.
Berdasarkan pemaparan metodologi yang telah peneliti paparkan, maka peneliti memutuskan untuk menggunakan kuisioner sebagai sumber data pendukung dalam penelitian ini. Sedangkan yang menjadi sumber data dari kuisioner tersebut adalah kedua cerpen yang telah dipaparkan di atas.
Sedangkan kategori-kategori pertanyaan penelitian ini akan disajikan terhadap 5 mahasiswa/i UIN Sunan Gunung Djati Bandung, jurusan Sastra Inggris semester 6. Berikut kategori pertanyaan yang telah disajikan tersebut:
1.      Terkait nilai-nilai budaya yang digambarkan dalam cerpen Indian Camp karya Ernest Hemmingway;
2.      Terkait nilai-nilai budaya yang digambarkan dalam cerpen A Bundle of Letter karya Henry James;
3.      Terkait nilai-nilai sosial budaya dalam cerpen Indian Camp karya Ernest Hemmingway dan A Bundle of Letter karya Henry James.
Berdasarkan kategori dari pertanyaan yang telah disajikan tersebut, berikut tabel yang akan memaparkan hasil dari kuisioner yang telah dibagikan terhadap 5 mahasiswa/i UIN Sunan Gunung Djati Bandung, jurusan Sastra Inggris semester 6:
Tabel 1: Nilai sosial budaya yang digambarkan dalam cerpen Indian Camp karya Ernest Hemmingway
Kuisioner
Analisis
1
Indian Camp bercerita tentang kehidupan suku Indian di mana budaya di sana menggambarkan bahwa suami dari seorang wanita suku Indian bilamana mereka melahirkan akan melakukan hal kesakitan yang sama seperti yang wanita melahirkan itu lakukan, namun dalam cara yang berbeda. Seperti yang terlukiskan dalam cerpen ini bahwasanya seorang suami Indian dari wanita yang melahirkan itu rela untuk memotong tangannya sendiri demi merasakan rasa sakit yang sama seperti yang suku istrinya lakukan saat melahirkan.
2
Cerpen ini memberi gambaran bahwa suku Indian rela melakukan rasa sakit yang sama dengan pasangan hidupnya sekalipun itu melalui jalan yang ekstrim sekalipun.
3
Kedekatan seorang anak dan ayah melalui bercerita panjang lebar dengan mengambil waktu khusus kebersamaan.
4
Aspek sosial budaya yang dipaparkan dalam cerpen ini adalah ketika seorang suami dari suku Indian rela untuk memotong kakinya demi merasakan kesakitan yang sama dengan istrinya yang sedang melahirkan.
5
Sosial yang terdapat dalam cerpen ini adalah ketika seorang dokter yang tentu saja bukan berasal dari suku Indian rela membantu seorang wanta dari suku Indian yang sedang meminta pertolongan dalam persalinan. Hal ini seakan mengindikasikan bahwa tidak ada jarak perbedaan antara berbagai suku di masyarakat sana.

Tabel 2: Nilai sosial budaya yang digambarkan dalam cerpen A Bundle of Letter karya Henry James
Kuisioner
Analisis
1
Pada chapter pertama dalam cerpen ini, si pengirim surat memaparkan tentang nilai sosial budaya di Inggris kepada Ibunya. Dalam cerpennya, ia mengatakan bahwa nilai dari seorang perempuan yang berada di Inggris berada pada titik yang paling rendah.
2
-
3
Cerpen ini salah satunya mengisahkan tentang perjalanan seorang feminis, salah satunya menggambarkan keadaan budaya perempuan Perancis yang memiliki tingkat kelas sosial yang tinggi sehingga berbeda dengan di Inggris
4
Aspek sosial dan budaya di cerpen ini adalah ketika seorang pengirim surat yang mana dia adalah seorang backpacker mendapatkan tempat di sebuah keluarga seorang Perancis untuk membantunya meningkatkan kemampuan berbahasa Perancis. Ini membuktikan bahwa bangsa Perancis terbuka untuk membantu para turis yang hendak akan belajar berbahasa di negara Perancis tersebut.
5
Cerpen ini menginformasikan kita tentang seluk-beluk budaya Perancis.

Bab 3: Perbandingan nilai sosial budaya dari cerpen Indian Camp karya Ernest Hemmingway dan A Bundle of Letter karya Henry James
Kuisioner
Analisis
1
Dalam cerpen Indian Camp lebih berfokus pada kearifan lokal suku Indian sedangkan dalam cerpen A Bundle of Letter berfokus pada nilai perempuan yang ada di Perancis.
2
-
3
Indian Camp bercerita tentang tata cara berperilaku seorang Ayah terhadap anaknya sebagai bentuk sosialisasi sedangkan A Bundle of Letter tentang kedudukan perempuan Perancis.
4
Cerpen dari Ernest Hemmingway Indian Camp ini lebih berkisah tentang bagaimana suku Indian setia kepada pasangannya, sedangkan Henry James A Bundle of Letter berkisah tentang kearifan warga Perancis.
5
Indian Camp menggambarkan budaya suku Indian, A Bundle of Letter menggambarkan budaya masyarakat Perancis.

1.      Nilai sosial budaya dalam cerpen Indian Camp karya Ernest Hemmingway
Berdasarkan pemaparan yang terdapat pada tabel 1 di atas, peneliti bisa menyebutkan bahwa aspek sosial budaya yang ada dalam cerpen Indian Camp ini terdapat pada sosok seorang suku Indian yang rela menerima rasa sakit yang dialami oleh istrinya yang sedang melahirkan dengan memotong salah satu dari anggota tubuhnya. Hal ini kemudian akan menjadi adat dari budaya yang telah ada dalam suku Indian. Kemudian bahwa dalam cerpen ini menggambarkan kesamaan antara dokter yang bukan merupakan keturunan suku Indian dengan suku Indian yang menjalin kerjasama antar sesama. Ini mengindikasikan bahwa terdapat persatuan yang melekat yang ada pada cerpen Indian Camp ini.
Seperti pada kutipan berikut yang menggambarkan keadaan suku Indian yang rela melakukan apapun untuk bisa merasakan apa yang sedang pasangannya alami:
“In the upper bunk was her husband. He had cut his foot very badly with an axe three days before. He was smoking a pipe. The room smelled very bad.”
Dalam kutipan ini terlihat jelas bahwa sang suami dari wanita Indian yang sedang melahirkan telah memotong kakinya tiga hari sebelumnya. Namun ia begitu tenang dan sedang menghisap rokok. Ruangan itu pun berbau tidak sedap olehnya. Hal ini dilakukan oleh sang suami Indian agar ia bisa merasakan apa yang telah dirasakan selama ini oleh istrinya yang sedang kesakitan karena melahirkan.
“His throat had been cut from ear to ear. The blood had flowed down into a pool where his body sagged the bunk. His head rested on his left arm. The open razor lay, edge up, in the blankets.”
Dalam kutipan ini juga menggambarkan tentang budaya suku Indian di mana mereka senang untuk memberi rasa sakit kepada dirinya sendiri atas penderitaan yang telah dialami oleh pasangannya sendiri. Hal ini seakan telah menjadi identitas dari budaya suku Indian yang akan melakukan kesakitan yang sama dengan yang telah pasangannya lakukan.
Dalam kaitannya dengan teori, hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Taine (dalam Endraswara, 2008:80) bahwa yang terpenting dalam penelitian sosiologi sastra hendaknya mampu mengungkap refleksi tiga hal, yaitu ras, saat (momen), dan lingkungan (miliu). Senada dengan Taine, Hender (Endaswara: 2008: 80) juga mengetengahkan teorinya bahwa sastra ditempat tertentu dapat berkembang dan dilain tempat tidak. Hal ini sangat dipengaruhi oleh iklim, ras, lanschap, politik, dan adat istiadat.
Oleh karenanya, cerpen Indian Camp ini telah mengungkap ketiga aspek yang telah dijelaskan oleh Taine tentang hakikat sosiologi sastra. Ras, saat (momen), dan lingkungan (miliu). Bahwa setidaknya ketiga aspek itu juga akan mempengaruhi pergerakan sosiologi sastra dalam kaitannya dalam menganalisis karya sastra.

2.      Nilai sosial budaya dalam cerpen A Bundle of Letter karya Henry James
Menurut pemaparan dari tabel 2 di atas, bahwasanya cerpen ini dalam kaitannya dengan aspek sosial budaya adalah memaparkan tentang kajian sosial budaya masyarakat Perancis melalui narasi yang di buat di dalam sebuah surat. Khususnya terdapat pada chapter 1 dan 2 di mana seorang backpacker asal Bangor mengirimkan surat pada ibunya kemudian bercerita tentang kesehariannya di negara Perancis yang sebelumnya telah berkelana ke tanah Inggris. selanjutnya ia mengemukakan kedudukan perempuan di Inggris seperti yang terdapat dalam kutipan berikut:
“The positions of women does not seem to me at all satisfactory, and that is a point, you know, on which I feel very stronly. It seems to me that in England they play a very faded-out part, and those with whom I conversed had a kind of depressed and humiliated tone;a little dull, tame look, as if they were used to being snubbed and bullied, which made me want to give them a good shaking.”
Lalu ia membedakan dengan keadaan perempuan yang ada di masyarakat Perancis, seperti yang tercermin dalam kutipan berikut:
“.... positions of woman here was considerably higher, though by no means coming up to the American standard.”
Kearifan masyarakat Perancis sedikitnya tergambar pada chapter 2 yang salah satunya menyebutkan bahwa akan terdapat keluarga dari masyarakat Perancis yang membolehkan seorang turis untuk mendiami rumahnya untuk membantu belajar percakapan bahasa Perancis. Berikut kutipan yang menggambarkan kearifan masyarakat Perancis:
“She told me this was a charming family, who had often received American ladies (and others as well) who wished to follow up the language, and she was sure I should be delighted with them.”
            Dan juga pada chapter ini menggambarkan sifat individualitas seorang perempuan Perancis namun mereka tetap menikmati kesendirian itu sendiri, seperti yang terdapat dalam kutipan berikut:
“I see plenty of other lady alone (mostly French), and they generally seem to be enjoying themselves as much as I.”
Dari semua kutipan yang telah dipaparkan ini, dapat dikatakan bahwa cerpen ini sebagian merupakan dari cerminan masyarakat pada zaman karya sastra itu ditulis. Hal ini sependapat dengan Endaswara (2008: 77) yang mengungkapkan bahwa sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat.

3.      Perbandingan nilai sosial budaya dalam cerpen Indian Camp karya Ernest Hemmingway dan A Bundle of Letter karya Henry James
Dalam upaya untuk membandingkan kedua cerpen ini maka peneliti akan membedakan perbandingan menjadi dua kategori, yaitu persamaan dan perbedaan yang ada di dalam cerpen ini.
3.1      Persamaan nilai sosial budaya dalam cerpen Indian Camp karya Ernest Hemmingway dan A Bundle of Letter karya Henry James;
Persamaan yang terdapat dalam cerpen Indian Camp dan A Bundle of Letter ini adalah kedua cerpen ini sama-sama menggambarkan keadaan sosial budaya yang ada pada masing-masing latar. Bila Indian Camp menggambarkan kondisi sosial budaya suku Indian, maka A Bundle of Letter menggambarkan kondisi sosial budaya masyarakat Perancis.

3.2      Perbedaan nilai sosial budaya dalam cerpen Indian Camp karya Ernest Hemmingway dan A Bundle of Letter karya Henry James;

Perbedaan yang terdapat dalam ke dua cerpen ini adalah perbedaan dalam menyajikan kondisi sosial budaya pada masing-masing cerpen dan juga bila dalam cerpen Indian Camp lebih ke dalam memaparkan keadaan budaya/adat suku Indian maka dalam A Bundle of Letter menggambarkan kondisi sosial masyarakat Perancis salah satunya adalah berbicara tentang kedudukan wanita yang ada di Perancis.

C.    Pembahasan 3 : Mervin Blanca
Dalam penelitian karya sastra bandingan, yaitu antara novel Of Mice and Men karya John Steinback dengan cerita pendek The Most Dangerous Game by Richard Connell peneliti mengangkat tema nilai sosial budaya dengan menggunakan teori sosiologi sastra serta melalui pendekatan Heurmenetika. Berdasarkan landasan teori pada bab II, bahwasanya sosiologi sastra yaitu penelitian yang terfokus pada masalah manusia. Karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan, dan intuisi. (Endaswara, 2008: 79)
Sementara itu heurmenetika menurut Endraswara (dalam Endraswara, 2011: 163) adalah ilmu tafsir sastra, yang jika dikaitkan dengan teori sosio budaya maka akan terjadi penafsiran dalam aspek sosio budaya. Aspek sosial tersebut menyangkut berbagai unsur diluar dan didalam diri manusia. Dari pengertian tersebut maka peneliti menggunakan kuisioner sebagai sumber data pendukung dalam penelitian ini. Yang menjadi sumber data primer (utama) yaitu kedua novel tersebut.
Adapun data yang didapat melalui kuisioner yang telah disebar ke lima mahasiswa/i semester VI sastra inggris UIN Bandung adalah terbagi menjadi tiga kategori:
1.      Aspek nilai budaya dan sosial yang terdapat dalam novel Of Mice and Men karya John Steinback
2.      Nilai-nilai budaya yang tergambarkan dari cerita pendek The Most Dangerous Game by Richard ConnellI
3.      Perbandingan nilai sosial dan budaya antara novel novel Of Mice and Men karya John Steinback dengan cerita pendek The Most Dangerous Game by Richard ConnellI

Tiga kategori tersebut akan dipaparkan menjadi table berikut
Table 1: Aspek nilai budaya dan sosial yang terdapat dalam novel Of Mice and Men karya John Steinback

Kuisoner
Analisis
1
Menggambarkan suatu pedesaan yang bearda di selatan Solehad, Sungai Salimas, dan sudut pandang tokoh George, kehidupan disebuah pedesaan ternyata lebih keras dibanding di kota, bahkan bagi seorang Lennie yang memiliki keterbalakangan mental, mendapatkan suatu perlakuan tidak adil dalam ranah lingkungan sosial nya, orang-orang enggak mengobrol dengan Lennie dan memanfaatkan Lennie sebagai pekerja di ladang.
2
Daerah pedesaan memang sangat kental dengan pekerjaan di ladang, mengurus hewan ternak, dan lain sebagainya, hidup serba minimalisir, bahkan orang disana dikatakan kaya jika orang tersebut yang memiliki ladang tersebut, bagaimana tidak pemilik ladang cukup membayar pekerja nya dengan sebuah makanan kaleng, yang berisi kacang polong, dalam Novel nya kehidupan di pedesaan jauh lebih sulit dibanding dengan kehidupan di kota, sebab George dan Lennie terpaksa kerja dengan dipaksa untuk tidak kelaparan, juga khawatir akan Lennie dari sudut pandang George bahwa dia tau Lennie sangat sulit terjun di ranah lingkungan sosial.
3
Nilai-nilai budaya yang disajikan dalam Novel Of Mice and Men yaitu nilai budaya kapitalis, dimana pemilik Ladang tersebut mempekerjakan para pegawai nya dengan seenak nya dan membayar pegawainya sesuka hati pemilik ladang tersebut, bahkan pemilik ladang tidak ingin membayar mahal atas apa yang sudah dilakukan oleh pegawainya untuk mengurus ladang milik nya, juga ada budaya bahwa bos atau pemilik ladang adalah raja, ini membuktikan di pedesaan seperti itu masih ada budaya yang seperti itu, budaya dimana seseorang yang memiliki kekuatan atas kendali nya mampu membuat seseorang menjadi ketergantungan terhadap seseorang yang memiliki kuasa tersebut.
4
Novel Of Mice and Men menggambarkan bagaimana keadaan sosial dalam kehidupan orang pedesaan, yang diperlihatkan oleh tokoh George dan Lennie, bagaimana mereka berdua hidup dengan orang-orang sekitar, George yang bisa berbaur dengan orang-orang sesame pekerja di ladang namun Lennie  tidak mampu berinteraksi dengan orang-orang sekitar karena keterbelakangan mental yang dimiliki Lennie pada saat itu, orang-orang enggan ingin berbicara dengan Lennie karena takut dengan orang yang seperti Lennie, di sini membuktikan bahwa kehidupan di pedesaan memiliki keadaan sosial yang rentang, George yang hanya bisa bergaul dengan sesame pekerja, sedangkan bos nya tidak ingin berbaur dengan pegawainya sendiri, terutama Lennie yang tidak bisa berinteraksi dengan orang lain yang seharus nya dia lakukan juga

5
Suasana pedesaan selalu memberikan pemandangan yang indah, sunyi dan tentram, namun di balik semua itu tidak seindah apa yang kita pikirkan, mereka benar-benar menggantungkan diri mereka di suatu kebutuhan hidup, rela bekerja keras hanya untuk makan, bahkan sang pemilik ladang tidak membayar mereka tak lebih dari yang mereka harapkan.

Tabel 2: Nilai-nilai budaya yang tergambarkan dari cerita pendek The Most Dangerous Game by Richard ConnellI

Kuisoner
Analisis
1
Nilai sosial yang terkandung dalam cerita pendek The Most Dangerous Game yaitu ketika Reinsford mampu memberika suatu argument terhadap Jendral Zaroff dimana pada saat itu General Zarof membiarkan hidup Reinsford untuk dijadikan suatu bahan permainan dari General Zarof sendiri yaitu perburuan manusia, dari situ ada muncul sosial karena Reinsford melakukan interaksi berupa negoisasi dengan Jendral Zarof, untuk tidak dibunuh langsung oleh nya, ada nya suatu toleransi dari Jendral Zarof untuk membiarkan hidup Reinsford, namun tetap saja nilai sosial itu ada artinya dari sudut pandang jendral Zarof karena bagi dia yang penting adalah membunuh Reinsford untuk kepuasaan nya sendiri.
2
Nilai budaya kolonialisme yang dimiliki Jendral Zaroff sangat kental sekali karena dia memiliki suatu pulau untuk tujuan lain, yaitu membuat suatu lapangan permainan nya sendiri, berupa perburuan manusia, karena menurut Zaroff berburu binatang itu sudah terlalu biasa bahkan tidak ada tantangan nya, dari situlah muncul budaya kolonialisme yang menjajah seseorang yang terdampar di pulau nya tersebut dengan cara seperti itu, dibiarkan dulu hidup namun kemudia dia buru hingga mati.
3
Ada nya unsur budaya berburu yang oleh Zarof dengan menceritakan bahwa dia pernah membaca buku dari Reinsford, Reinsford sendiri secara tidak langsung terjun ke dalam dunia perburuan, karena dia telah membuat suatu buku yang diminati oleh para pemburu, untuk memburu binatang, disanalah cerpen ini memiliki unsur-unsur budaya berburu yang sangat kental, karena cerpen ini juga menceritakan bagaimana Reinsford bertahan hidup dari permainan berburu manusia yang dilakukan oleh Jendral Zaroff.
4
Novel ini melibatkan antara seseorang yang terdampar di pulau tersebut yang tidak memiliki apa-apa dengan seseorang yang memiliki segala nya termasuk itu pulau itu sendiri, tokoh utama yang terdampar di pulau itu yang hampir mati namun di tolong oleh penghuni pulau tersebut, tapi sayang penghuni pulau tersebut ternyata mimiliki niat lain membiarkan tokoh utama itu hidup.
5
Jauh dari peradaban orang lain, membuat Jendral Zarof melakukan kesenjangan sosial bahkan menciptakan budaya yang buruk, yaitu membuat budaya berburu yang baru, berburu manusia itu sendiri, kesenjangan sosial yang terjadi yaitu, Jendral Zaroff merasa bahwa dia adalah tuhan disana, karena dial ah yang mengatur hidup mati nya seseorang di pulau tersebut.

Tabel 3: Perbandingan nilai sosial dan budaya antara novel novel Of Mice and Men karya John Steinback dengan cerita pendek The Most Dangerous Game by Richard ConnellI

Kuisoner
Analisis
1
Dalam Novel of Mice and Men hanya bagaimana menggambarkan dua tokoh utama berjuang untuk hidup bahkan George yang harus menerima kenyataan harus membunuh kerabatnya sendiri, sedangkan di cerita pendek The Most Dangerous Game menceritakan seseorang yang tergila-gila akan suatu perburuan manusia, dan menceritakan bagaimana tokoh utama Reinsford bisa lolos dari permainan tersebut.
2.
Nilai sosial dalam kedua karya tersebut sangat berbeda, dari segi tempat antara pedesaan dengan suatu pulau tanpa penghuni, memiliki perbedaan yang sangat menarik, di pedesaan kita masih bisa melihat interaksi antara kaum pekerja dengan bos nya, namun beda dengan pemilik pulau dengan orang yang terdampar, pemilik pulau seakan menjad tuhan dari orang-orang yang terdampar, sesuka hati pemilik pulau tersebut memperlakukan orang itu karena dia menjadi tuhan pada saat itu, menyampingkan nilai sosual yang ada
3
Adanya suatu perbedaan tokoh yang terdapat kedua karya tersebut, tokoh utama dari novel Of Mice and Men dibuat harus berjuang dalam menghadapi keadaan ekonomi sedangkan tokoh utama The Most Dangerous game dibuat untuk bertahan hidup dari kekejaman Jendral Zaroff
4
Terdapat perbedaan budaya dalam kedua karya tersebut diantara nya perbedaan budaya antara orang pedesaan dengan seseorang dari kalangan pemburu, namun untuk Jendral Zaroff sendiri dia adalah  memang orang kaya, perbedaan nya terlatak di budaya pedesaan yang masih kental dengan pekerjaan di ladang sedangkan budaya perburuan yang tidak jauh dari memburu suatu binatang untuk suatu kepuasaan tersendiri, namun berbeda bagi Jendral Zaroff yang menciptakan budaya baru yaitu perburu manusia.
5
Of Mice and Men: Kapitalism, Budaya Industri
The Most Dangerous Game: Post/Neo Colonialism, Culture Studies.

1.      Aspek nilai budaya dan sosial yang terdapat dalam novel Of Mice and Men karya John Steinback
Dalam table pertama kita bisa memberikan pandangan terhadap tokoh George dan Lennie bahwa nilai sosial budaya yang merepa munculkan di suatu daerah pedesaan, ruang lingkup sosial yang bisa dibilang miris, karena terjadi suatu kelas sosial antara pekerja ladang dengan pemilik ladang, juga kesenjangan yang dialami oleh Lennie sebagai seseorang yang menyandang keterbelakangan mental, juga Lennie dimanfaatkan sebagai pekerja keras karena badannya yang besar, ini menunjukkan adanya kesenjangan sosial yang diberikan terhadap Lennie bahwa badan besar pekerjaan nya juga lebih berat, bisa dilihat dari kutipan berikut “Dia bisa kerjakan apa saja yang Anda perintahkan padanya, jawab George, “Dia mahir gering ternak, Dia bisa panggul berkarung-karung gandum, gunakan pembajak, Dia sanggup kerjakan apa pun, Coba saja” Of Mice and Men karya John Steinback  (hal 37) kutipan itu membuktikan bahwa ada nya kesenjangan sosial, seorang Lennie tak sanggup berkata apa-apa, malah George yang harus mengatakan yang bukan sebenarnya untuk menyelamatkan Lennie namun resiko nya Lennie dipekerjakan begitu keras, karena ulah George sendiri.
2.      Nilai-nilai budaya yang tergambarkan dari cerita pendek The Most Dangerous Game by Richard ConnellI
Dalam cerita pendek The Most Dangerous Game by Richard ConnellI kita bisa melihat bahwa ada budaya kolonialisme yang dimiliki Jendral Zaroff sangat kental sekali karena dia memiliki suatu pulau untuk tujuan lain, yaitu membuat suatu lapangan permainan nya sendiri, berupa perburuan manusia, karena menurut Zaroff berburu binatang itu sudah terlalu biasa bahkan tidak ada tantangan nya, dari situlah muncul budaya kolonialisme yang menjajah seseorang yang terdampar di pulau nya tersebut dengan cara seperti itu, dibiarkan dulu hidup namun kemudia dia buru hingga mati, dari kutipan berikut “"My dear fellow," said the general, "have I not told you I always mean what I say about hunting? This is really an inspiration. I drink to a foeman worthy of my steel--at last." The general raised his glass, but Rainsford sat staring at him. The Most Dangerous Game by Richard ConnellI Hal 14 dari kutipan tersebut kita bisa membuktikan bahwa Jendral Zaroff benar-benar terinspirasi dari budaya perburuan dan mengembakannya menjadi suatu perburuan manusia, secara tidak langsung itu juga berkaitan dengan budaya post colonialime yang mengexsploitasi manusia sebagai object suatu kepuasaan atau jajahan.

3.      Perbandingan nilai sosial dan budaya antara novel novel Of Mice and Men karya John Steinback dengan cerita pendek The Most Dangerous Game by Richard ConnellI
Dalam membandingkan dua karya sastra ini dari segi aspek sosial dan budaya, peneliti peneliti merujuk kepada hasil kuisioner yang telah dibagikan dan juga hasil dari analisis peneliti. Adapun perbandingannya terbagi kepada dua, yaitu 1) Persamaan, dan 2) Perbedaan. 
3.1  Persamaan yang terdapat ke dua karya ini dari segi aspek sosial budaya yang digambarkan oleh kedua tokoh utama, yaitu George dan Reinsford yang dimana mereka memunculkan nilai-nilai budaya untuk bertahan hidup, Dari tokoh ini pun berkembang menjadi suatu aspek-aspek budaya bertahan hidup bagi masyarakat, atau orang lain
3.2  Perbedaan nilai-nilai sosial budaya antara novel Of Mice and Men karya John Steinbeck dengan cerita pendek The Most Dangerous Game by Richard ConnellI
Of Mice and Men
The Most Dangerous Game
1.      Menggabarkan keadaan sosial dan budaya disuatu ladang, yang membuktikan bahwa pemilik ladang merupakan bos besar mereka, mereka harus tunduk dan mematuhi apa yang bos perintahkan, seperti yang dialami oleh Lennie, dia harus menggangkut gandum dan melakukan banyak pekerjaan agar mendapatkan uang untuk membeli makanan bersama George
2.      Perbedaan kesaraan kelas sosial, dimana pemilik ladang lebih menduduki tinggkat teratas dalam kelas sosial sedangkan para pekerja nya dibawah pemilik ladang, sehingga kesenjangan sosial antara pemilik ladang dengan pekerja nya pun terjadi
3.      Budaya pedesaan yang cukup kental di mana hiburan yang paling menyenangkan adalah pergi ke kota yang tidak jauh dari ladang, dan menghabiskan uang hasil bekerja, termasuk kedalam budaya hedon, yang dilakukan oleh George dan Lennie saat mereka pergi ke suatu kota.
1.      Adanya budaya post colonialisme yang dilakukan oleh Jendral Zaroff terhadap orang-orang yang terdampar di pulau nya dengan menggunakan orang-orang tersebut sebagai ajang perburuan, dengan kata lain Jendral Zaroff ingin menggunakan manusia sebagai pengganti binatang yang diburu
2.      Perbedaan yang terlihat yaitu dalam kelas sosial juga, dimana pemilik pulau Jendral Zaroff merasa seperti tuhan, dia seakan bisa mengatur hidup mati nya seseorang, karena dia yang masih bertahan di pulau tersebut sehingga, dalam kelas sosial pun dia merasa yang paling di atas bahkan dapat mengatur orang-orang yang terdampar di pulau itu.
3.      Ada nya suatu unsur budaya yang berlandaskan dari colonialisme yang berupa penjajahan terpadap orang-orang yang terdampar yang dilakukan oleh Jendral Zaroff


D.    Pembahasan 4 : Mia Rahmaningrum
Tabel 1 : Nilai sosial budaya yang digambarkan dalam film The Great Gatsby sutradara Baz Luhrmann
Kuisioner
Analisis
1
Budaya di jaman ini sangat memperlihatkan kemewahan kehidupan. Dimana di film ini mempotret kebiasaan para kaum borjuis yang dimana orang-orang lebih menuhankan uang. Kehormatan mereka tergantung pada seberapa banyak kemewahan yang mereka miliki seperti yang di perlihatkan oleh tokoh Gatsby. Dengan seringnya foya-foya dan pesta-pesta yang terjadi di film ini.
2
Film ini mempotret kehidupan kota New York yang begitu glamor dan mewah. Dari sudut pandang tokoh Nick, kehidupan di New York sangat dipenuhi oleh orang-orang munafik dari pendatang sampai pejabat bahkan Daisy, sepupu Nick pun demikian. Hubungannya dengan nilai sosial budaya, bahwa orang-orang yang tinggal di New York terutama Gatsby hanya mementingkan materi untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan tentang dirinya.
3
Nilai-nilai sosial budaya yang digambarkan dalam film The Great Gatsby  digambarkan lewat tokoh Jay Gatsby seorang lelaki yang menjadi idaman setiap wanita karena parasnya yang tampan dan kekayaan yang berlimpah. Tidak seorangpun wanita yang menolaknya kecuali tanpa alasan misalnya wanita yang sudah bersuami yaitu Daisy. Budaya dalam film  ini menggambarkan bahwa wanita yang sudah bersuami tidak bisa semena-mena berhubungan dengan lelaki lain meskipun Daisy sangat mengagumi Gatsby dan mencintainya, dia juga bersikap berlebihan dan begitu agresif terhadap Gatsby. Meskipun begitu, Daisy tidak bisa mengambil keputusan yang tegas akan hubungannya dengan Gatsby karena jika itu terjadi maka bisa disebut dengan penghianatan. Dalam film The Great Gatsby, kecintaan masyarakat terhadap modernitas salah satunya tercermin melalui karakter Jay Gatsby. Dia merupakan cerminan nyata akan masyarakat New York saat itu, dia memiliki loji yang sangat besar dengan fasilitas yang super lengkap.
4
The Great Gatsby adalah film yang menggambarkan bagaimana keadaan sosial dalam kehidupan orang kaya seperti yang diperlihatkan pada kehidupan Jay Gatsby. Gatsby menggambarkan bagaimana ia hidup dengan berlimpahan materi dan ia juga mengadakan pesta yang mewah untuk memperlihatkan kekayaannya itu. Dengan semua yang dia miliki, para wanita banyak yang jatuh hati padanya bahkan yang bersuamipun sekalipun, hal itu diperlihatkan oleh tokoh Daisy.
5
Pada tahun 20-an memang angat kental sekali kehidupan mewah di Eropa, kemewahan yang meliputi pesta, foya-foya dan bahkan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apapun yang dinginkan oleh orang2 di masa itu seperti para tokoh dalam novel The Great Gatsby. Kehidupan mewah juga telah menutup mata mereka dari sebuah kesetiaan terhadap pasangan. Hal ini yang menurut saya berdampak buruk bagi orang2 dimasa itu.

Tabel 2 : Nilai sosial budaya yang digambarkan dalam film Tenggelamnya Kapal Vander Wijck sutradara Sunil Soraya
Kuisioner
Analisis
1
Film ini sangat memperlihatkan kekentalan suatu adat dan juga derajat kekayaan. Lewat karakter Datuk yang melarang Hayati untuk berhubungan dengan Zainudin hanya karena Zainudin berbeda suku dengan keluarga Hayati. Dan karena Zainudin tidak memiliki banyak kekayaan, sehingga di pandang rendah oleh keluarga Hayati.
2
Film ini memeperlihatkan nilai kesederhanaan walaupun dia berlimpahan harta dan juga pula nilai perjuangan seorang anak yang ingin memperbaiki hidupnya dan berpendidikan. Lewat tokoh Zainudin disampaikan bahwa pendidikan itu sangat penting yang samapai merantau kenegeri sebrang untuk menuntut ilmu agama yang di Padang telah banyak terdapat sekolah-sekolah agama.
3
Niali social dan budaya yang tersaji dalam film ini sangat kental, dari mulai pernikahan harus sesame suku dan juga harus dari keluarga bangsawan. Seperti Aziz yang memang keturunan suku Minangkabau seperti halnya keluaga Hayati dan Aziz pula dari keluarga yang berada, maka keluarga Hayati lebih memilih Aziz disbanding zainudin yang orang biasa dan tak bersuku. Walaupun ayah Zainudin keturunan Minangkabau, tapi tetap saja tidak bisa. Karena Adat Minangkabau harus asli dari sana dan bukan turunan.  
4
Nilai-nilai sosial budaya yang digambarkan dalam film Tenggelamnya Kapal Vander Wijck yang digambarkan
5
Nilai budaya keagamaan juga sangat ditonjolkan dari fil ini. Lewat tokoh Zainudin  dia rela merantau kenegri yang jauh untuk mempelajari agama. Kemudian mengajarkan kita tentang arti sebuah kesetiaan dan jangan memendam dendam kepada orang lain, meskipun orang lain itu menyakiti hati kita. Di bagian film saat Hayati meninggalkan Zainudin dan menikah dengan Aziz yang dimana Aziz adalah orang yang sering menghina Zainudin. Namun ketika Aziz terkena musibah meninggalkan serta menitipkannya Hayati kepada Zainudin, Zainudin tetap menerima mereka dirumahnya. Padahal mereka adalah dua orang yang sudah membuat hidupnya sangat terluka.

Tabel 3: Perbandingan nilai sosial budaya dalam film The Great Gatsby sutradara Baz Luhrmann dan Tenggelamnya Kapal Vander Wijck sutradara Sunil Soraya
Kuisioner
Analisis
1
Dalam film The Great Gatsby, tokoh Jay Gatsby sangat tergila-gila oleh harta dan keglamoran. Sedangkan tokoh Zainudin lebih religious dan juga sopan, meskipun dia kaya raya tapi dia tidak hidup dengan foya-foya dan sederhana.
2
Nilai sosial pada tahun 20-n dan 70-an sangat terlihat jelas sekali perbedaannya, bahwa pada masa 20-an yg digambarkan dalam film The Great Gatsby  memperlihatkn sikap sikap materialistik dan cenderung berfoya-foya dan tak terlepas dari gaya hedonis sedangkan nilai nilai yang terkandung dalam film Tenggelamnya Kapal Vander Wijck, tokoh
3
Perbedaan yang sangat terlihat yaitu budaya percintaannya. Dalam film The Great Gatsby memeperlihatkan kontak tubuh, sedangkan di fil Tenggelamnya Kapal Vander Wijck tidak ada sama sekali persentuhan antara dua insan yang saling mencintai. Meskipun mereka jatuh cinta tapi mereka tidak pernah bercinta./
4
The Great Gatsby : Kapitalis, hedonis
Tenggelamnya Kapal Vander Wijck : Kapitalis, Agamis
5
Gatsby: Kapitalis materialis,hedonis
Khotbah: Utilitaris, asketisme

1.      Nilai ilai social dan budaya dalam film The Gereat Gatsby sutradara Baz Luhrmann dengan Tenggelamnya Kapal Vander Wijck
Dari table ke- 1 mengetahui nilai social-budaya dalam kedua film ini yaitu diperlihatkan oleh cara hidup dan kebiasaan yang lebih mengutamakan kekayaan sebagai patokan kehormatan dan mendapatkan pengakuan dari lingkungan sekitar. Keadaan masyarakat New York di tahun 20-70 an, yang terbiasa dengan kehidupan hedinis dan glamor.
2.      Nilai social dan budaya dalam film Tenggelamnya Kapal Vander Wijck sutradara Sunil Soraya
Dari table ke-2 kita dapat memahami niali sisial dan budanya melalui tokoh Zainudin yang lebih taat pada agama dan berkripadian yang baik. Keadaan masyarakat yang sangat menjunjung tinggi adat istiatat setempat. Hingga cinta kedua insan Hayati dan zainudin tidak bisa dipersatukan dalam bahtera rumah tangga karena adat.
3.      Perbandingan nilai social dan budaya dalam film The Great Gatsby sutradara Baz Luhrmann dan Tenggelamnya Kapal vander Wijck sutradara Sunil Soraya
3.1  Persamaan
Kedua film ini sama-sama mengankat kisah tentang dimana kekayaan adalah patokan untuk mendapatkan pengakuan diri . Lewat kedua tokoh Gatsby dan Zainudin memperlihatkan perjuangan mendapatkan hidup yang bergelimpahan kekayaan.  Percintaan yang terhalang oleh karena perempuan yang mereka cintai telah dimiliki oleh pria lain . Dan hidup mereka berakhir karena cinta mereka.
3.2  Perbedaan
Kedua film ini memeiliki perbedaan yang mencolok dari segi tokoh utama dan kebisaan. Tokoh Jay Gatsby karena dia kaya maka dia sangat hidup dengan foya-foya dan glamor. Sedangkan Zainudin meskipun berkecukupan harta namun dia tetap hidup biasa dan dia lebih religious taat pada Tuhan. Dan dalam percintaanpun tidak ada kontak percintaan yang melibatkan kedua tubuh. Mereka saling jatuh cinta tapi tidak pernah bercinta.








BAB V
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah dipaparkan oleh setiap peneliti terkait nilai-nilai sosial budaya dalam karya sastra bandingan, dapatlah diambil kesimpulan bahwa disetiap karya sastra bandingan terpilih memilikin unsur nilai-nilai sosial budaya. Nilai sosial budaya di paparkan oleh pengarang maupun sutradara dalam karya tersebut sesuai dengan nilai sosial dari setting tempat maupun waktu yang diangkat.
Selain dari aspek sosial budaya yang melingkupi karya sastra bandingan tersebut juga dijelaskan aspek persamaan dan perbedaan yang ada di dalam karya sastra bandingan tersebut.
1.      Aspek Persamaan
1.1   Dalam novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald dan novel Khotbah Di Atas Bukit karya Kuntowijoyo, persamaan yang terdapat adalah sosial dan budaya sama-sama digambarkan dalam tokoh utama.
1.2   Dalam novel Indian Camp karya Ernest Hemmingway dengan cerita pendek Bundle of Letter karya Henry James, persamaannya yaitu kedua cerpen ini sama-sama menggambarkan keadaan sosial budaya yang ada pada masing-masing latar. Bila Indian Camp menggambarkan kondisi sosial budaya suku Indian, maka A Bundle of Letter menggambarkan kondisi sosial budaya masyarakat Perancis.
1.3   Dalam novel Of Mice and Men karya John Steinback dengan cerita pendek The Most Dangerous Game karya Richard Connell, persamaannya adalah dari segi aspek sosial budaya yang digambarkan oleh kedua tokoh utama, yaitu George dan Reinsford yang dimana mereka memunculkan nilai-nilai budaya untuk bertahan hidup.
1.4   Dalam film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk sutradara Sunil Soraya dengan film The Great Gatsby  sutradara Baz Luhrmann yaitu kisah tentang dimana kekayaan adalah patokan untuk mendapatkan pengakuan diri.
2.      Aspek Perbedaan
2.1   Dalam novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald dan novel Khotbah Di Atas Bukit karya Kuntowijoyo, perbedaannya sangatlah jelas yaitu jika Gatsby memulai hidup hedonis, sementara Barman meninggalkan hidup hedonisnya dan beralih kepada hidup yang lebih sederhana.
2.2   Dalam novel Indian Camp karya Ernest Hemmingway dengan cerita pendek Bundle of Letter karya Henry James, perbedaannya pun sangat jelas bila cerpen Indian Camp mengutamakan kebudayaan/adat yang berlaku di dalam suku Indian, maka berbeda dengan cerpen A Bundle of Letter yang memaparkan tentang keadaan masyarakat Perancis khususnya kedudukan sosial perempuan di Perancis pada masa karya sastra itu ditulis.
2.3   Dalam novel Of Mice and Men karya John Steinback dengan cerita pendek The Most Dangerous Game karya Richard Connell, perbedaan yang disajikan dari kedua karya tersebut yaitu disajikan secara tidak langsung di mana memunculkan budaya yang hampir sama namun berbeda dari segi setting dan latar belakang.
2.4   Dalam film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk sutradara Sunil Soraya dengan film The Great Gatsby  sutradara Baz Luhrmann, memiliki perbedaan yang mencolok dari segi tokoh utama dan kebisaan. Tokoh Jay Gatsby karena dia kaya maka dia sangat hidup dengan foya-foya dan glamor. Sedangkan Zainudin meskipun berkecukupan harta namun dia tetap hidup biasa dan dia lebih religious taat pada Tuhan.


DAFTAR PUSTAKA
Endaswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: MedPress.
Endraswara, Suwardi. 2011. Metodologi Penelitian Sosiologi Sastra. Yogyakarta: CAPS
Endraswara, Suwardi. 2013. Prinsip, Falsafah, dan Penerapan Teori Kritik Sastra. Yogyakarta: CAPS
Fitzgerald, F. Scott. 2014. The Great Gatsby. Jakarta: PT. Gramedia
Kuntowijoyo. 1976. Khotbah Di Atas Bukit. Jakarta: Pustaka Jaya
Luxemburg, Jan Van, dkk. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Gramedia.
Ratna, Nyoman Kutha. 2015. Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Muncul Lagi

Hai Guys, Assalamualaikum. Kembali berjumpa dengan saya, Uda Ir yang sudah lama tidak pulang-pulang. Kemana dia? Fine, lupakan si ...