Tantangan
Dakwah di Negeri Minoritas dalam Film Aisyah Biarkan Kami Bersaudara
Aisyah Biarkan Kami Bersaudara, sebuah film besutan
sutradara Herwin Novrianto yang rilis pada hari kamis, 19 Mei 2016 masih kalah
pamor dengan film Ada Apa Dengan Cinta yang digawangi oleh Riri Riza yang telah
beredar dibioskop sejak 28 April 2016 yang lalu. Film Aisyah Biarkan Kami
Bersaudara ini berkisah tentang seorang perempuan yang sangat ayu, bernama
Aisyah (Diperankan oleh Laudya Chyntia Bella) yang berasal dari tanah sunda.
Aisyah bercita-cita menjadi seorang guru, dan ketika kesempatan menjadi guru
itu datang, ia ditempatkan ke pelosok daerah, yaitu di Dusun Derok, Kabupaten
Timur Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Lokasi penempatan yang begitu
jauh ini membuat ia dan ibunya sedikit mengalami perbedaan pendapat, karena
ibunya menolak kalau Aisyah ditempatkan disana. Akan tetapi begitu besarnya niat
dan tekadnya, membuat Aisyah memutuskan untuk tetap berangkat ke NTT.
Pertama menginjakan kaki di tanah timur, Aisyah
merasa sangat asing. Apalagi setelah sampai di Dusun Derok dia dipanggil oleh
kepala suku sebagai Suster Maria, lantaran dia memakai kerudung sama seperti
Suster Maria/Bunda Maria. Dusun Derok, dengan penduduk beragama Kristen ini
awalnya menginginkan Suster Maria-lah yang menjadi guru, namun Suster Maria
dibisa datang karena beberapa hal.
Tempat mengajar yang diperoleh Aisyah memang
sangatlah terpencil. Sangat jauh dari kota kecamatan. Tanpa listrik, air bersih
yang cukup sulit didapatkan, tidak adanya sinyal seluler, dan lebih lagi
sekolah tempat ia mengajar yang jaraknya cukup jauh dari penginapan. Inilah
tantangan awal yang harus diterima serta dihadapi oleh Aisyah.
Selain itu, persoalan yang harus Aisyah hadapi
adalah kebencian salah satu muridnya yang bernama Lordis Defam. Lordis membenci
Aisyah, guru baru tersebut karena Aisyah beragama Islam. Lordis menganggap
Aisyah akan menghancurkan mereka, khususnya Agama yang telah mereka anut.
Kebencian terhadap Islam yang tertanam dalam hati Lordis lantaran ia di doktrin
oleh pamannya tentang pemahaman bahwa Islam itu suka perang, benci terhadap
agama lain, dan biang kerusuhan. Pada konflik inilah, judul dari film Aisyah
Biarkan Kami Bersaudara tersebut muncul. Lordis menganggap Aisyah, gurunya yang
beragama Islam tersebut akan memisahkan ia dengan semuanya. Kebencian Lordis
bisa diatasi oleh Aisyah, meski membutuhkan waktu yang cukup lama.
Tantangan lain yang dihadapi oleh Aisyah yaitu saat
di bulan ramadhan ia harus menjalani ibadah puasa tanpa orang tuanya, di Dusun
Derok seorang diri. Bulan Ramadhan bertepatan dengan puncaknya musim panas dan
minimnya pasok air bersih. Ini menjadi tantangan tersendiri oleh Aisyah. Disaat
bulan Ramadhan pun, ia pernah jatuh sakit.
Tantangan demi tantangan, permasalah demi
permasalahan Aisyah lewati di Dusun Derok, yang pada akhirnya ia mampu meraih
hati warga sana, termasuk Lordis. Sehingga tiba waktunya perpisahan, warga
Dusun Derok menangisi kepergian Aisyah dan mereka merasa kehilangan. Warga
Dusun Derok banyak terbantu dengan hadirnya Aisyah disana.
Dari film tersebut, yang walaupun pada hakikatnya
bertemakan tentang pendidikan, namun hikmah/pelajaran tentang dakwah pun bisa
kita ambil. Begitu banyak pelajaran-pelajaran tentang berdakwah dipelosok dari
kisah tersebut, diantaranya:
1. Perkenalkan identitas agama kita.
Ketika
berdakwah dipelosok, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan bangga
memperkenalkan diri kita sebagai seorang muslim. Perkenalan tentang identitas
agama ini tentu menjadi awal perjalanan kita, karena ini akan berhubungan
“terutama” dalam perihal makanan.
Ini
yang telah dilakukan oleh Aisyah, setelah siuman dari pinsannya. Warga yang
bersiap menyambut Aisyah dengan jamuan makan hanya menyediakan makanan dari
Babi, yang tentu dalam Islam itu haram. Aisyah memperkenalkan bahwasanya ia
seorang muslim, maka hal utama yang dipikirkan oleh kepala sukunya adalah “apa
yang akan dimakan oleh Aisyah?” yang akhirnya ditemukan jawaban yaitu makanan
hal yang instan, mie instan.
2. Menyentuh
objek dakwah dengan akhlak.
Akhlak
yang baik/mulia merupakan hal yang paling vital didalam dakwah. Seseorang akan
mudah menerima dakwah yang kita sampaikan, apabila akhlak yang tercermin dalam
kehidupan sehari-hari adalah akhlak yang baik/mulia.
Aisyah
memperlihatkan akhlak yang baik tersebut dengan murah senyum kepada siapapun,
ceria, dan suka menyapa. Ini bertujuan agar warga melihat hal yang baik dari
dirinya, tidak perlu ada yang ditakutkan. Itu pun yang dilakukannya kepada
Lordis, murid yang membencinya. Apapun yang lordis lakukan, ia tetap menyayangi
Lordis. Terlihat ketika Lordis jatuh dari ketinggian yang mengakibatkan luka
parah, dan Aisyahlah yang membawanya ke rumah sakit.
3. Berikan
pengajaran yang baik (Mauizatul Hasanah)
Pengajaran
yang baik yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 125 merupakan salah satu
metode dakwah Rasululllah. Pengajaran yang baik ini, yaitu memberikan teladan,
hikmah, kepada mad’u kita (Objek dakwah). Dengan pengajaran yang baik ini objek
dakwah akan bisa menerima dakwah yang kita bawa.
Ini
pun dilakukan oleh Aisyah. Ia berikan pengajaran yang baik terhadap warga dan
murid-muridnya. Ini bisa dilihat di beberapa scene, diantaranya:
3.1 Ketika
Aisyah membawa Lordis kerumah sakit, murid-muridnya protes terhadap Aisyah.
Namun Aisyah mampu memberikan nasehat untuk senantiasa menolong serta memaafkan
siapapun, walaupun ia pernah menyakiti kita. Ini mudah diterima oleh
murid-muridnya.
3.2 Aisyah
hendak pulang ketika lebaran tetapi gajinya tidak mencukupi untuk membeli tiket
pesawat. Masyarakat Dusun Derok mengumpulkan uangnya dan memberikan kepada
Aisyah dengan tujuan Aisyah bisa pulang ke pulau Jawa. Dari sini terlihat,
bagaimana Dusun Derok telah bisa menerima Aisyah dan menganggapnya sebagai
warga Dusun Derok sendiri.
4. Da’I
jangan menjadi beban bagi orang lain tetapi ia harus menjadi peringan untuk
orang yang membutuhkan.
Jika
seorang da’I menjadi beban maka kehadiran da’i tersebut bisa dipertanyakan.
Karena hakikatnya, seorang da’i akan menjadi penyejuk ditengah-tengah ummat, ampu
menjadi problem solver, serta menjadi
peringan terhadap beban-beban yang dimiliki oleh objek dakwahnya.
Ini
bisa dilihat pada banyak bagian dalam film ini, diantaranya:
4.1 Aisyah
yang memecahkan persoalan kurangnya pasok air bersih dengan membuat tempat
penyaringan air.
4.2 Aisyah
yang menolak dengan halus uang yang diberikan warga untuk ia mudik. Prinsip
Aisyah adalah lebih baik ia tidak mudik dari pada harus memakan hak-hak warga
tersebut.
Itulah pelajaran yang
bisa kita serap dalam menghadapi dakwah di Negeri Minoritas. Selain hal diatas,
yang terpenting ketika berdakwah di negeri minoritas adalah kesungguh-sungguhan
dan niat yang lurus, yaitu beribadah mencari ridho Allah. Ketika niat kita
sudah untuk Allah, maka Allah akan
memudahkan segalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar